Dalam tulisan kali ini, saya akan membahas mengenai latar belakang permasalahan kawasan tepian air sungai (DAS).
Pada
dasarnya semua kota yang bagian tepinya berbatasan langsung dengan perairan
seperti; sungai, danau dan laut memiliki potensi menjadi waterfront city (Hardiman, 2008). Sebuah konsep kota yang
mengedepankan wilayah perairan sebagai latar depan wilayahnya. Sungai, waduk,
danau, pantai sebagai potensi dalam pengembangan dan penataan kota. Namun
kenyataan di Indonesia, banyak kota-kota yang tidak memaksimalkan potensi
tersebut. Penataan kota cenderung ke arah luar, berorientasi pada jalan dan
membelakangi sungai, menganggap sungai sebagai halaman belakang. Kondisi
tersebut mengakibatkan sungai menjadi terabaikan, kumuh, dan tidak memiliki
nilai ekonomis.
Kawasan
Tepian Air merupakan isu krusial dalam penataan lingkungan tepian sungai di
Indonesia, terutama di kota-kota besar. Berbagai masalah lingkungan muncul di
kawasan tersebut bersumber dari masalah kecil yang terabaikan dan akhirnya
menumpuk menjadi penyakit kronis yang tak kunjung terobati. Di wilayah hulu,
pegunungan, berbagai masalah pun muncul akibat tata kelola yang salah sehingga
berdampak luas hingga ke bagian hilir. Pengelolaan DAS bagian hulu merupakan
bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian
DAS.
Bagian sungai yang berperan penting menjaga
sungai dari degradasi adalah area sabuk hijau (greenbelt) yang berada di tepian sungai/sempadan sungai. Dalam Permen No. 15 Tahun 2009, wilayah yang mempunyai fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup termasuk dalam kawasan lindung. Dalam
hal ini, kawasan tepi air seperti sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk
termasuk dalam kawasan perlindungan setempat dan bagian dari kawasan lindung. Sempadan
sungai atau kawasan tepian sungai mempunyai peranan sebagai penyangga sungai.
Karakteristik dari sempadan sungai adalah vegetasi tutupan lahan berupa tanaman
keras sebagai penyangga sungai. Secara
ekologis (Maryono, 2005)
sempadan sungai merupakan 'habitat dimana
komponen ekosistem sungai berkembang'.Komponen vegetasi sungai secara alami
akan mendapatkan hara dari sedimentasi periodis dari hulu dan
tebing, selanjutnya komponen vegetasi ini akan berfungsi sebagai pemasok
nutrisi untuk
komponen fauna sungai dan sebaliknya. Proses ini merupakan pendukung keberlangsungan
ekosistem sungai yang memiliki sifat terbuka hulu - hilir. Memelihara ekosistem
sempadan sungai yang baik sudah dapat dipastikan, sistem konservasi air dan
tanah di
sepanjang sungai dapat terjaga.
Menurut Penjelasan atas Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, kecenderungan lahan di sekitar sungai yang dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, telah mengakibatkan penurunan fungsi, yang ditandai dengan adanya penyempitan, pendangkalan, dan pencemaran sungai. Untuk kepentingan masa depan kecenderungan tersebut perlu dikendalikan agar dapat dicapai keadaan yang harmonis dan berkelanjutan antara fungsi sungai dan kehidupan manusia. Pengembangan kawasan tepian air dilakukan dengan tidak merusak ekosistem, mempertimbangkan karakteristik sungai, kelestarian keanekaragaman hayati, serta kekhasan dan aspirasi daerah/masyarakat setempat untuk terciptanya keberlanjutan lingkungan tepi air dari segi ekologi, sosial dan ekonomi agar menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
Daftar Pustaka.
Hardiman, Gagoek. 2008. Seminar Nasional Peran Arsitektur Perkotaan dalam Mewujudkan Kota Tropis, Gedung Prof Soedarto, SH Kampus UNDIP Tembalang Semarang.Maryono, Agus. Menangani Banjir, Kekeringan dan Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar