A. PENDAHULUAN
Trotoar adalah bagian dari ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai jalur khusus pejalan kaki untuk dapat melakukan aktivitasnya dengan aman dan nyaman. Mengenai hak para pejalan kaki di Indonesia sudah diatur dan dilindungi dalam Undang - Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dimana Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.
Pada sebagian besar kota di Indonesia, hampir selalu ditemukan masalah yang serupa mengenai pemanfaatan trotoar. Keberadaan trotoar tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan seolah Undang-undang atau peraturan yang telah ditetapkan tidak bergigi atau setengah hati dalam mengatur dan menindak para pelanggarnya. Mudah sekali pelanggaran-pelanggaran tersebut ditemukan secara kasat mata namun seolah hal itu menjadi pemandangan yang biasa dan bukan persoalan besar.
Terdapat bermacam-macam masalah yang membutuhkan penanganan khusus karena selain hak pejalan kaki juga terdapat masalah ekonomi, budaya yang perlu diubah, kepentingan – kepentingan yang harus diakomodir. Kompleksnya masalah di trotoar bukan berarti penanganannya setengah-setengah sehingga hanya akan memicu konflik baru. Di sini peran pemerintah dan masyarakat harus bersinergi untuk tujuan yang sama membangun kota yang ramah bagi pejalan kaki.Trotoar yang berfungsi sebagaimana mestinya mempunyai potensi sebagai infrastruktur penunjang keindahan kota karena trotoar adalah bagian dari wajah kota yang semestinya menarik untuk dipandang. Pengembalian fungsi trotoar sebagai pedestrian ways atau jalur khusus pejalan kaki sudah merupakan amanah dari Undang- undang No 22 Tahun 2009 yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua pihak serta sanksi tegas bagi para pelanggarnya.
B. KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MELINDUNGI FUNGSI TROTOAR
Trotoar adalah bagian dari badan jalan yang khusus disediakan untuk pejalan kaki (Kepmen Perhubungan No. 65 Tahun 1993 Tentang Fasilitas Pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Menurut UU No 22 Tahun 2009 Pasal 45 ayat (2) UU LLAJ Penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung (termasuk trotoar) diselenggarakan oleh pihak pemerintah bergantung pada jenis jalan tempat trotoar itu dibangun. Dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, pasal 34 ayat 3 dan 4 telah disebutkan dengan jelas bahwa fungsi trotoar tidak boleh dialihkan dengan cara apapun, dengan alasan trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.
Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 telah disebutkan dengan jelas bahwa hak-hak pejalan kaki dilindungi dan terdapat sanksi yang akan ditanggung oleh para pelanggar :
Pasal 275 :
- Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
- Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
C. PENYALAHGUNAAN FUNGSI TROTOAR
Kebijakan Pemerintah yang dibuat untuk melindungi hak-hak pejalan kaki tidak efektif berdasarkan temuan-temuan yang mudah sekali dijumpai di lapangan bahwa pejalan kaki tidak lagi nyaman berjalan di jalurnya. Bahkan kemungkinan sanksi bagi pelanggar juga tidak diketahui karena kurangnya sosialisasi dan yang paling dirugikan adalah pejalan kaki karena tercerabut haknya.
Beberapa kasus yang terjadi pada penyalahgunaan fungsi trotoar antara lain sebagai berikut :
- Pedagang Kaki Lima menempati badan trotoar. Pedagang kaki lima adalah pedagang yang beraktifitas memanfaatkan fasilitas-fasilitas umum, dengan perlengkapan yang mudah dibongkarpasang dan keberadaannya berpindah-pindah atau pemanfaatan tempat diatur pada waktu-waktu tertentu. Namun pada kenyataannya banyak pedagang kaki lima membuat bangunan semi permanen di area yang tidak seharusnya, seperti di trotoar, mereka membuat jaringan air bersih sendiri, pemasangan listrik. Kegiatan pedagang kaki berpengaruh pada ketertiban kota, yang pada akhirnya berdampak pada kekumuhan, kesemrawutan lalu lintas, kecelakaan pejalan kaki.
- Trotoar sebagai tempat parkir. Seolah menjadi pemandangan biasa sepeda motor atau mobil menggunakan trotoar untuk kenyamanan parkir kendaraan.
- Trotoar seolah menjadi milik pemilik lahan di depannya. Di beberapa tempat juga sering kali dijumpai trotoar yang akhirnya bergelombang atau ketinggiannya tidak rata hanya untuk memfasilitasi kendaraan masuk ke trotoar.
- Trotoar sebagai alternatif kendaraan bermotor menembus kemacetan. Pada kota kota yang selalu dilanda kemacetan seperti Jakarta, pejalan kakipun harus bersaing bertaruh nyawa karena trotoar yang menjadi haknya diserobot oleh pesepeda motor.
- Trotoar dengan perabot jalan seperti pot, tempat sampah, halte, tiang listrik, yang penempatannya tidak sesuai dengan dengan dimensi trotoar sehingga fungsi trotoar tidak efektif. Beberapa kota dijumpai trotoar dipenuhi dengan pot-pot besar berjajar memenuhi trotoar dengan alasan untuk peningkatan keindahan kota atau mencegah pemanfaatannya oleh PKL. Kondisi ini seolah menampakkan trotoar hanya sebagai hiasan kota dan aspek fungsionalnya sebagai jalur khusus pejalan kaki tidak tercapai.
Apabila kondisi tersebut dibiarkan berlangsung terus menerus, maka akan terjadi keengganan masyarakat untuk berjalan kaki atau menggunakan fasilitas publik. Kecenderungan beralih ke kendaraan pribadi akan semakin besar di tengah usaha pemerintah berkampanye untuk menggunakan transportasi umum sebagai solusi mengatasi kemacetan kota.
D. KESIMPULAN
Dengan melakukan tinjauan pada kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dan kondisi trotoar yang banyak disalah gunakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan tersebut belum efektif berjalan untuk melindungi fungsi trotoar bagi pejalan kaki.
Pemerintah perlu tanggap agar kondisi ini tidak berjalan terus-menerus. Penerapan sanksi tegas harus dilakukan demi memenuhi amanah dari Undang- undang No 22 Tahun 2009. Sosialisasi mengenai peraturan dan sanksinya harus terus dilakukan.
Berbagai masalah yang ada harus dapat ditemukan solusi yang tepat berupa perencanaan yang diharapkan dapat mengubah masalah menjadi potensi. Pedagang kaki lima merupakan sektor informal merupakan sektor yang harus ditertibkan keberadaannya tanpa harus mematikan atau menghilangkan, karena sektor ini dapat berpotensi menambah pendapatan daerah apabila dikelola dengan benar. Pengguna kendaraan diarahkan untuk menggunakan jalur yang semestinya. Penempatan perabot kota dengan alasan untuk peningkatan keindahan kota dan mencegah pengggunaan oleh PKL tidak dapat dibenarkan karena berarti melanggar undang-undang karena mengganggu pejalan kaki sebagai pengguna trotoar.
Pengembalian fungsi trotoar untuk pejalan kaki mutlak dilakukan melalui ketegasan permerintah menjalankan undang-undang. Ketegasan tersebut diharapkan dapat menyadarkan perilaku masyarakat serta membangun budaya tertib, bersih dan menghargai hak-hak pengguna jalan lain dalam berlalu lintas.